Rabu, 12 Juni 2013

Bab XXII - ALAM SURGA & NERAKA



Bab XXII
ALAM SURGA & NERAKA
“Adapun orang-orang yang celaka, maka (tempatnya) di dalam neraka, di dalamnya mereka menarik dan mengeluarkan nafas (dengan merintih), mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu mengehndaki (yang lain)....... Dan adapun orang-orang yang berbahagia, maka (tempatnya) di dalam surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu mengehendaki (yang lain), sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.”
(QS 11:106-108)
A
llah menciptakan Alam Semesta ini, sebagai tempat, atau media, atau juga wadah bagi segala makhluk-Nya, termasuk alam akhirat, alam kubur, dan alam surga dan neraka. Semua ya berada di alam ini, alam yang sekarang kita tempati. Layaknya jasad manusia sebagai wadah, yang ternyata adalah pula merupakan susunan berstruktur dari milyaran sel-sel yang juga adalah makhluk ciptaan-Nya. Sehingga, bila kita telah sampai kepada pemahaman tunggal, bahwa segala sesuatu, dari yang terkecil atau mikro partikel, kemudian materi, benda-benda yang disebut mati atau yang disebut hidup yang memiliki senyawa yang kompleks dan rumit, kemudian bumi dan bintang-bintang atau bahkan koloninya yang lebih besar lagi seperti galaksi-galaksi kumpulan milyaran bintang, hingga kepada yang terbesar yaitu alam semesta (jagad raya) ini, ternyata memiliki kemiripan atau kesamaan arah gerak hidup sebagai yang tumbuh dan berkembang dalam suatu sistem tunggal, kehendak Dia Yang Maha Tunggal (sunathullah). Awal dan akhirnya pun adalah kepada Dia Yang Maha Tunggal.

“Atau apakah manusia akan mendapat segala yang dicita-citakannya? (Tidak) maka hanya bagi Allah kehidupan akhirat dan kehidupan dunia.” (QS 53:24-25)
Dengan demikian, menjadi pentingkah surga untuk dituju dan neraka untuk dihindari? Jika tujuannya adalah Dia, mengapa pula kita disibukkan untuk menghindari neraka dan terlena akan kenikmatan surga bila jalan telah terang? Hanya mereka yang buta akan tujuan akhir yang sejati sajalah yang dapat tersesat akibat terlena, baik karena tersesat kepada neraka maupun hendak menggapai nikmatnya surga. Padahal telah terang jalan menuju tujuan akhir yang sejati, yaitu kembali kepada Dia Yang Maha Tunggal, ilayhi raji’un.
Pilihan & Godaan
Surga dan neraka hanyalah alam, tempat persinggahan rasa yang membawa balasan dari amal perbuatan di kehidupan sebelumnya. Hidup dan kehidupan adalah suatu yang diberi berikut pilihan-pilihan yang dibebaskan kepada kita hendak menggunakannya yang pada kenyataannya menyesuaikan kapasitas diri, tentunya.
Seperti sebagai sebuah contoh, bila tujuan hendak ke Bali dari Jakarta, maka ada beberapa pilihan yang dapat digunakannya. Yaitu, jalan darat, jalan laut, dan jalan udara, yang kesemuanya, sekarang tarifnya tidaklah berbeda jauh. Tapi renungkanlah.
Dari segi waktu tempuh perjalanan, tentu jalan laut lebih memakan waktu dibanding jalan darat, dan jalan darat pun lebih memakan waktu dari jalan udara. Kemudian dari segi biaya lain yang akan dapat dikeluarkan selain tiket kendaraan atau alat transportasi yang digunakan, seperti makan dan minum selama di perjalanan, maka waktu perjalanan yang panjang akan mengeluarkan biaya tambahan, tentu juga sebagai efek samping dari pilihan transportasi yang hendak kita pilih.
Di dalam perjalanannya pun, terdapat pilihan-pilihan yang menggoda hati dan menimbulkan hasrat yang justru dapat menunda atau bahkan menyimpangkan dari arah tujuannya semula, bahkan lebih lagi, dapat menggagalkan sampai kepada tujuan utamanya. Bila pada pilihan transportasi laut atau transportasi darat yang lebih ada kemungkinan transit di kota-kota yang telah ditentukan, dan pada saat itulah timbul godaan-godaan yang dimaksud. Entah karena adanya sanak famili di kota tersebut, atau karena terbujuk promosi wisata kota tersebut, atau hal-hal lainnya sehingga menunda atau bahkan malah dapat menggagalkan perjalanan selanjutnya sebagai tujuan utamanya.
Dengan demikian, bagi mereka, yaitu diri-diri yang telah memahami dan menyadari tujuan hidup dan kehidupannya, maka tak tergoda lagi akan kenikmatan surga, apalagi terhadap godaan yang dapat menyebabkan dirinya singgah dan merasakan neraka. Dan ternyata, pilihan pun sesungguhnya tak ada, sebab tujuan hanyalah satu atau tunggal, yaitu kembali pulang kepada-Nya. Segala sesuatu berasal dari Allah, dan pasti akan kembali pulang kepada-Nya. Inna lillaahi wa inna ilayhi raji’un. Allah, kepada Dia-lah tujuan utama segala sesuatu, termasuk diri-diri kita.
Jadi, surga dan neraka ternyata hanyalah pilihan dan godaan, hanyalah berada pada rasa yang sesungguhnya fana, sehingga adalah angan-angan semu. Yang ada hanyalah keberadaan Dia Yang Maha Tunggal. Dia-lah hakikat segala sesuatu, sebagai tujuan dari segala tujuan. Bila yang ada hanya-lah keberadaan Dia, maka keberadaan selain Dia, termasuk dengan diri-diri kita adalah semu (tidak ada). Apalagi rasa yang menyentuh pada setiap diri kemanusiaan, tentunya lebih semu lagi, karena semu yang berada di dalam yang semu.
“Atau apakah manusia akan mendapat segala yang dicita-citakannya? (Tidak) maka hanya bagi Allah kehidupan akhirat dan kehidupan dunia.” (QS 53:24-25)
Jalan hidup ini sesungguhnya adalah tunggal, yaitu dari Dia Yang Maha Tunggal. Di dunia (alam), maka manusia dengan keterbatasan melihatnya menjadi berbayang, seakan-seakan ada pilihan. Padahal tidak demikian, angan-angan dari keinginan dan kebutuhannyalah yang menjadikannya banyak, dan sebagai yang baginya merasa memiliki pilihan. Segala sesuatu berasal atau bersumber dari Allah dan pasti akan kembali pulang kepada-Nya. Asal dan tujuan Yang Tunggal. Bila dalam prosesnya berulang-ulang, maka ini adalah yang disebut siklus yang harus dijalaninya untuk dapat kembali pulang dalam keadaan murni, suci dan bersih kepada-Nya Yang  Maha Suci.
Perhatikan dan renungkanlah hidup dan kehidupan ini, telah berapa kali kita tidur dan bangun yang sama selama ini? Telah berapa kali kita makan dan minum yang sama selama ini? Telah berapa kali kita pergi dan pulang yang sama selama ini? Telah berapa kali kita melewati jalan yang sama selama ini? Telah berapa kali kita bertemu dengan orang-orang yang sama selama ini? Telah berapa kali kita mengalami senang dan susah yang sama selama ini? Semua aspek kehidupan kita adalah siklus. Dan ternyata alam pun seperti itu, siang dan malam, bulan dan matahari, hujan dan kemarau, awan dan angin, gunung-gunung yang marah, begitu pula pada tumbuhan dan hewan, bahkan pada hidup dan mati.
“Bagaimana kamu ingkar kepada Allah, padahal kamu (tadinya) mati, lalu Dia menghidupkan kamu, kemudian Dia mematikan kamu lalu Dia menghidupkan kamu kembali. Kemudian kepada-Nya lah kamu dikembalikan”. (QS 2:28)
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan.”    (QS 21:35)
Sesungguhnya pula, bila kesadaran jiwa-nya telah memahami hal tersebut, maka tak ada lagi yang disebut pilihan dan godaan, maka tak ada lagi baik dan buruk, maka tak ada lagi susah dan senang, maka tak ada lagi surga dan neraka, karena asal dan tujuan yang telah jelas, dan jalannya pun lurus dan lebar lagi terang–benderang dibanjiri cahaya Tuhan yang penuh akan petunjuk dan kebenaran.
Rasa Bathin
Tidak jarang firman-firman Allah di dalam ayat-ayatNya memberitakan kehidupan surga yang berupa nikmat-nikmat lahiriah, bahkan kebanyakannya. Yaitu penggambaran seperti berupa taman-taman sejuk yang tak terkena terik matahari, kebun-kebun dengan buah-buahan yang tak pernah habis, sungai-sungai dari susu dan anggur atau khamar yang nikmat rasanya, bahkan bidadari-bidadari yang menemani lagi muda dan cantik jelita. Sebagai nikmat-nikmat keduniaan.
Bila di kehidupan dunia, hal-hal tersebut sebagai yang perlu diwaspadai atau malah dihindari, bahkan kepada istri dan anak sebagai musuh yang dapat menjerumuskan (QS 9:24 dan 64:14), dan dikehidupan akhirat seakan-akan malah diberikan, atau seakan tak berlaku lagi hukum-hukum seperti ketika di dunia, seolah-olah sebagai kebebasan. Tetapi jangan terburu-buru dalam menafsirkannya, ada pula ayat yang memberitakan di surga Adn juga ada kejahatan yang dapat mengganggu dan menjerumuskan penghuninya. Simaklah ayat-ayat di bawah ini, tentang malaikat yang mendoakan untuk orang-orang yang beriman agar dihindarkan dari kejahatan.
“ya Tuhan Kami, dan masukkanlah mereka (orang-orang beriman) kedalam surga ‘Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan orang-orang yang saleh diantara bapak-bapak mereka, dan istri-istri mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana, dan peliharalah mereka dari kejahatan. Dan orang-orang yang Engkau pelihara dari kejahatan pada hari itu maka sesungguhnya telah Engkau anugerahkan rahmat kepadanya dan itulah kemenangan yang besar.” (QS 40:8-9)
Begitupula sebaliknya dengan penggambaran neraka, yang diberitakan di dalam ayat-ayatNya, berupa azab-azab lahiriah yang selalu berhubungan dengan rasa sakit jasad penghuninya yang tak berkesudahan.
Perhatikan dan renungkan pula, tentang ‘ramalan’ Allah  terhadap segeranya kemenangan imperium Romawi  (sebagai wakil agama samawi atau nasrani yang ahli kitab pula) setelah baru dikalahkan oleh imperium Persia (penyembah api atau berhala sebagai wakil agama musyrik), dalam wahyu-Nya kepada Nabi Muhammad SAW di masa-masa awal kenabiannya, dikarenakan pada masa-masa awal kenabiannya, kaum muslimin mendapatkan cercaan dan hinaan dari kaum musyrikin Mekkah. Konon, malah Abu Bakar, sahabat nabi, dianjurkan nabi untuk ikut bertaruh sebanyak seratus unta, untuk membuktikan keyakinan kebenaran wahyu Allah tersebut (QS 30:2-7).
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedang mereka tentang akhirat adalah lalai.” (QS 30:7)
“Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).”   (QS 17:72)

Akhirat dalam ayat tersebut tidaklah dimaksudkan Allah sebagai alam setelah kematian saja, atau bahkan setelah kiamat (setelah hancurnya langit dan bumi), melainkan juga sebagai hari kemudian yang bermakna masih di kehidupan dunia, bisa dengan hari-hari esok, lusa, bulan depan, tahun depan, atau masa-masa yang akan datang. Sekalipun banyak pula ayat-ayat yang menerangkan kehidupan akhirat setelah kematian, setelah hari kiamat, atau bahkan setelah kebangkitan. Maka jelas, di kehidupan dunia ini pun ada akhirat-nya sebagai yang bathin, atau belum diketahui (ghaib).
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan.”    (QS 21:35)
Adalah fungsi kesadaran manusia yang membuatnya tertarik memahami yang lahir (nyata), berinteraksi dan saling mengambil manfaat darinya. Kemudian meningkat kepada kesadaran untuk pula dapat memahami makna dari yang lahir (nyata), yaitu bathin
Di saat itulah diri kemanusiaannya, sekalipun pada masa-masa perkembangan kejiwaan ini, yaitu hati dan akalnya sedang pula terkontaminasi oleh keinginan dan kebutuhan, merasa tertuntut pula untuk dapat memahami makna-makna yang bathin yang sesungguhnya, dapat saja atau malah akan menimbulkan kontradiksi dengan keinginan dan kebutuhannya. Sehingga kini, telah tercipta dua kutub kekuatan tarik menarik yang sangat akan mempengaruhi kejiwaan serta arah kehidupannya.
Di saat itu pulalah terciptanya keragaman pada setiap diri kemanusiaan, yang menimbulkan berbagai macam perbedaan. Yang masing-masingnya membawa kebenaran, sekalipun masing-masingnya merasa dirinyalah yang benar dan yang lain adalah salah, disebabkan sudut pandang yang mendasari kebenaran merekapun yang beraneka ragam. Akan tetapi, justru, disitulah bukti keaneka ragaman kebenaran di dalam kebenaran tunggal. Sebagai bukti ke-akbar-an Dia Yang Maha Tunggal.
Jangankan kebenarannya, diri-dirinya pun beraneka ragam. Ya, diri-diri yang akbar didalam wujud kemanusiaan. Yang pada satu diri saja kita takkan pernah mampu menentukan berapa jumlah sel yang membangun struktur tubuhnya, maka ragam kerja dan fungsinya pun berbeda-beda satu sama lainnya.
Semakin banyak kesadaran-kesadaran yang mengarahkan pemahaman terhadap segala sesuatu yang ditemuinya, maka mata hatinya menjadi hidup dalam menangkap setiap makna yang memberikan hikmah yang tiada ternilai. Hati yang hidup adalah kehidupan yang sempurna sebagai sejatinya kehidupan, karena tiada lagi rasa takut, gelisah, bingung, dan tak tahu arah. Sekalipun masih banyak yang belum diketahuinya secara lahir dan bathin, namun pemahamannya menyatakan keyakinannya untuk tetap dalam keberserah dirian (islam)-nya dengan murni dan ikhlas tertuju hanya semata kepada-Nya, Dia Yang Maha Tunggal.
Suatu hari, diri ini pernah tercengang ketika disuruh menyembelih seekor ayam untuk dibuat masakan soto ayam sebagai menu makan malam. Dia minta setelah dipotong agar dipisah bagian per bagiannya dari ayam tersebut, maka setelah selesai sesuai dengan permintaannya, diantarlah kepadanya. Masing-masing bagian ditempatkan diatas piring-piring, ada piring yang berisi irisan daging, tulang-tulang, kepala, usus-usus, hati, dan ampela. Bahkan bulunya pun ditunjukkan di dalam plastik kresek untuk dibuang. Kemudian, sambil bercanda dia berkata, “loh, ayam-nya kemana....??”
Maka, segala sesuatu adalah bathin, fana, atau tidak ada. Hanya Dia yang wujud, dan segala sesuatu wujud selain Dia adalah karena perwujudan-Nya, yaitu karena kehendak-Nya.
Alamnya Hari Pembalasan
“Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).”   (QS 17:72)
Seperti yang telah di ketahui dan diulas sebelumnya di awal, hari pembalasan tidak hanya masa-masa setelah kematian dan dibangkitkan saja, melainkan juga masa-masa masih di kehidupan dunia pun ada pula hari pembalasannya sebagai akibat dari gerak amal perbuatan. Jangan tertipu oleh hawa nafsu sehingga menyangka tidak adanya pembalasan selama masih hidup di dunia, yang merupakan akibat dari perbuatannya. Sadarilah, tidak hanya diri kita sendiri saja yang memiliki hawa nafsu, yang lain pun memilikinya. Maka apabila sampai kita terperosok dengan mengakibatkan kerugian kepada pihak lain, jelas dia pun akan  balik bereaksi yang menuntut kerugiannya. Tidak hanya kepada manusia, bahkan kepada hewan, tumbuhan, ataupun alam ini, mereka pun dapat balik bereaksi buruk terhadap perilaku kita.
Sebenarnya, diri-diri kita kebanyakan, telah terjebak memaknai hari kemudian, hari yang setelah kematian (hari akhir), yang didalamnya termasuk dengan hari penantian di alam kubur, hari kebangkitan di padang mashar, dan hari pembalasan di surga atau neraka, lebih tertuju kepada alam-alam lain, yaitu alam-alam tersendiri selain alam semesta yang ada sekarang ini, sebagai alam-alam yang terpisah dari alam kita sekarang ini. Padahal makna sesungguhnya, hari kemudian adalah masa-masa di kemudian hari yang jiwa-jiwa kita melalui kehidupan selanjutnya tanpa pernah terpisah dengan alam yang kita tempati ini. Hanya waktu atau masanya yang berbeda, yaitu waktu atau masa kemudian.
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”  (QS 67:2)
Jika umumnya orang mengatakan, bahwa setelah kematian maka jiwa tersebut telah memasuki alam yang berbeda sebagai alam yang lain dari alam ini, tetapi mengapa pula ada rasa takut pada diri mereka bila sempat bersinggungan dengan makhluk-makhluk atau jiwa-jiwa yang mereka anggap telah berada di alam lain tersebut?
Sekali lagi, betapa banyak pemahaman yang menjadi berbelok atau berbias hanya dikarenakan kesalahan dalam memaknai. Dan ini dapat saja berakibat kepada melemahnya keimanan bahkan kepada rasa berserah diri (islam)-nya. Maka hidup dan kehidupan menjadi tak tentu arah, karena jiwa yang seharusnya hanya melihat satu jalan, menjadi melihat banyaknya jalan yang terbias bagai fatamorgananya. Maka timbullah rasa semu yang mengatakan banyak pilihan. Timbul pula merasa pentingnya menghindari neraka. Juga menjadi timbul  rasa ingin menikmati surga.
Padahal, keduanya adalah godaan. Ya, godaan yang menghambat tujuan utama kita sebagai diri-diri kemanusiaan yang hendak kembali pulang kepada-Nya, yaitu Dia Yang Maha Tunggal. Godaan yang membuat kita merasa harus mampir sejenak untuk beristirahat dan merasakan nikmatnya surga,  sedang tujuan utama kita belumlah sampai. Jangan-jangan, ternyata, bukanlah nikmat surga yang kita dapati, melainkan panasnya neraka yang kita rasakan.
Layaknya seorang yang keluar rumah untuk mencari nafkah bagi anak dan istrinya, sehingga dia tahu dan sadar bahwa dirinya sangat dinanti kepulangan-nya. Akan tetapi tentunya diperjalanan pulangnya pun menjadi banyak godaan, seperti teman yang mengajak mengobrol santai di cafe atau warung kopi, atau tempat-tempat hiburan malam yang dapat menggiurkannya setelah rasa lelah bekerja seharian, bahkan hal-hal lain yang sungguh dapat menyesatkannya lebih jauh lagi dari tujuan utamanya, yaitu pulang ke rumah karena telah dinanti anak dan istrinya. Begitulah jalan kehidupan.
Bila tujuan utama telah hilang makna asalnya, dan fatamorgana yang timbul membias dari penglihatan aslinya, maka bukan tidak mungkin kesadarannya akan tujuan utama untuk dapat kembali pulang pun menjadi sirna, tertutup oleh bayang-bayang maya kenikmatan dunia yang dibiaskan iblis penggoda. Sehingga bersiaplah untuk menghadapi hari kemudian-nya, bersiap pula menerima balasan di hari pembalasan-nya.
“Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).”   (QS 17:72)
Ketika kehidupan di dunia, setiap diri yang baik tidak pernah lepas dari kesalahan, begitu pula setiap diri yang buruk tidak lepas dari kebaikan. Jadi, kebaikan dan keburukan seberat zarrah pun akan menerima balasannya. Maka di alam akhirat kelak, setiap diri yang baik (di dalam surga) akan terancam sedikit merasakan neraka-nya pula dari keburukan seberat zarrah akibat kelalaiannya yang diperbuat sebelumnya. Dan setiap diri yang buruk dan mendapat balasan neraka-nya, mendapat harapan pula merasakan sedikit kenikmatan surga-nya dari kebaikan seberat zarrah yang pernah dilakukannya. Allah Maha Adil lagi tidak lalai sedikitpun dari pengetahuan-Nya.
“Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah (titik), niscaya dia akan melihat (balasan)-nya. Dan barangsiapa melakukan pula kejahatan seberat zarrah (titik), niascaya dia akan melihat (balasan)-nya”. (QS 99:7-8)
Kehidupan berikutnya, atau hari kemudian, digambarkan sebagai kehidupan akhirat dengan surga dan nerakanya sebagai suasana bathin berupa nikmat atau siksa bagi mereka yang berada di dalamnya. Sebenarnya, di dunia sekarang inipun, kita mengalami yang terkadang berupa nikmat dan terkadang pula berupa siksa. Hanya, disebutkan seperti dalam firmannya (QS 11:106-108), bahwa kekekalannya-lah yang lebih ditegaskan dalam membedakan kehidupan di dunia dengan di akhirat.
Akan tetapi kekekalan hari kemudian pun berupa makhluk ciptaan-Nya, yang pasti memiliki umur atau waktu, atau sementara, dan hanya Dia-lah yang kekal serta berkuasa juga pada kehidupan baik di dunia, di akhirat, serta kehidupan kemudiannya lagi, bila ada. Dan apa-apa yang ditunjukkan-Nya, melalui kejadian-kejadian di alam ini, mengarahkan pemahaman, bahwa kehidupan ini akan terus dilanjutkannya sebagai pengulangan atau siklus penciptaan-Nya.

“(Ingatlah) pada hari langit Kami gulung seperti menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya kembali. Janji yang pasti Kami tepati, sungguh, Kami akan melaksanakannya.” (QS 21:104)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar