CATATAN
TERTINGGAL
Sekarang
ini aku berada di dalam neraka-ku,
mungkin akibat perbuatan-perbuatanku
sebelumnya.
Hal
ini tak seberapa,
entah
bersamaan dengan waktu yang berjalan, maka akan banyak lagi permasalahan yang akan
timbul dan menghimpit dada.
Seolah menerawang kedepan, mencoba meraba-raba
kemungkinan apa-apa yang akan terjadi di depan.
Apakah
Engkau sedang menegurku, yaa Allah?
Menegur
kesalahan-kesalahanku?
Menegur
berlebihnya riyaku?
Menegur
kesombonganku?
Ataukah,
Engkau hendak menguji kesabaranku?
Atau
juga, Engkau sesungguhnya hendak memberiku petunjuk?
Atau malah,
sesungguhnya Engkau membuka jalan agar aku dapat mendekati-Mu?
Tidaklah satupun
kemungkinan-kemungkinan tersebut yang dapat kuyakini, sehingga dapat
memudahkanku dalam bersikap.
Yang aku tahu hanyalah,
bahwa aku harus dapat ikhlas menerima ini semua.
Tuhanku Yang Maha Adil
lagi Maha Bijaksana ternyata jauh lebih memahami apa yang kurasakan dan yang
kuingini daripada diriku sendiri, dan jelas Dia-lah yang memiliki hikmah segala
sesuatu, maka banyak lapisan selubung yang sebelumnya menutupi mata hatiku,
kini terbuka satu per satu, dibukakan-Nya sesuai dengan kemampuanku. Sedihku
tidak dibiarkan-Nya lama, kadang aku dihibur oleh mereka yang tak tahu dan
mengerti apa yang ada dan berkecamuk di dalam bathin ini. Membuat, kadang, jadi
tertawa sendiri oleh hiburan-hiburan yang sesungguhnya, bila dalam keadaan
normal, tidaklah lucu untuk ditertawai. Kesempitanku dalam hal rezeki pun, dimudahkan
oleh-Nya, bahkan sebagian hutangku telah dapat terlunasi.
Betapa
diri ini amat bergantung kepada-Mu. Betapa telah kusadari, setiap saat dan
setiap waktu, per mili detiknya, tiada yang lepas dari kehendak dan
pemeliharaan-Mu.
Kusadari,
bukanlah aku yang memerintahkan udara yang masuk ke tubuh untuk bernafas dan
sebagai pembakaran bagi makan-makanan yang telah masuk pula sebelumnya. Dan bukanlah
aku yang memerintahkan makanan tersebut untuk dicerna agar menjadi energi
kekuatan bagi setiap gerak tubuhku. Kusadari pula, bukanlah aku yang menyuruh
jantung berdetak memompa, dan mengalirkan darah ke segenap penjuru tubuh.
Bahkan akupun tak tahu seluk beluk tubuhku sendiri. Jadi, bagaimana mungkin aku
dapat memerintahkan sesuatu yang tidak kuketahui dengan baik dan jelas seluk
beluknya, sekalipun itu ada di dalam diriku sendiri?
Bukan aku pula yang
menyuruh rambut tumbuh mengganti rambut yang rontok, yang terlihat di setiap
pagi bangun dari tidur. Juga bukan akulah yang menyuruh kuku yang bertumbuh
panjang setiap setelah selesai dipotong. Serta bukan aku pula yang menyuruh
kulit untuk mengering, dan menghentikan keluarnya darah setelah tergores luka.
Bahkan bukan aku pula yang memerintahkan segala hal yang belum kuketahui, yang
sesungguhnya telah terjadi selama ini pada diriku. Bahkan kehendakku pun bukan.
Bila semua itu bukanlah atas kehendakku, mengapa sekarang menjadi ingin sembuh
dari sakit, dan mengapa sekarang begitu tergesa ingin dapat menyelesaikan
masalah yang menyesakkan dada? Bukankah Dia-lah yang sesungguhnya Maha
Berkehendak? Sungguh, Engkau Akbar
dengan segala karunia-Mu kepadaku, jadi mengapa masih aku bersedih atas segala yang
telah Engkau berikan, apapun itu.
Apakah karena aku berada di alam,
maka segala sesuatu karunia-Mu yang datang sesungguhnya adalah kebaikan, menjadi
berpasangan, dan keburukan pun menjadi ada lahir di alam?
Apakah pasangan kebaikan itu, yaitu
keburukan, adalah karena cara pandangku karena berada di alam? Seperti
mengalami malam setelah siang?
Seperti cahaya yang datang
menyentuhku, kemudian lahirlah bayang-bayangku sebagai yang gelap? Seperti nikmat
yang Engkau berikan pada rasa kenyangku, kemudian aku terbirit-terbirit ke
belakang untuk buang air?
Apakah, dengan begitu, maka
rasakanlah nikmatnya sakit setelah sehat, rasakanlah nikmatnya sedih setelah
bahagia, dan rasakanlah nikmatnya memiliki hutang setelah memberi hutang, juga
rasakanlah nikmatnya dikhianati setelah setia menemani?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar