S
|
ungguh kita telah hanyut oleh pengakuan (ego) yang merasa diri atau
golongannya-lah yang paling benar, dan yang selain kita atau golongan lain
adalah salah serta tersesat. Bahkan dalam kehidupan beragama. Buktinya, kita terkotak-kotak oleh golongan, sekte, ataupun mazhab. Padahal Dia-lah Tuhan Yang
Maha Tunggal, yaitu Tuhan segala sesuatu dan Tuhan seluruh alam. Dan Tuhan
seluruh umat beragama, sekalipun kemanusiaan menganggap hanya agamanya-lah yang
paling benar dan diridhai oleh-Nya. Maka dimulailah segala macam perbedaan yang
pada akhirnya menyebabkan saling pertentangan, merusak hingga saling
menumpahkan darah.
Dan kita
sungguh telah lupa serta terhanyut, bahwa sesungguhnya kemanusiaan kita adalah
merupakan perwujudan Dia di muka bumi agar menjadi rahmat bagi semesta alam.
Sebagai orang-orang yang berserah diri
(muslim) secara total kepada Tuhannya. Begitulah wujud keyakinan (keimanan)
kemanusiaan kita kepada Tuhannya. Begitu pulalah wujud pengabdian (ibadah)
kemanusiaan kita sebagai makhluk kepada Tuhannya. Namun apa daya, ternyata jiwa
kita begitu mudahnya terhasut oleh pengakuan (ego) dan hawa nafsu diri yang
justru akan kita sesali di kemudian hari.
Sangat
teramat banyak perbedaan-perbedaan yang ada di alam ini, tak terhitung dan
masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihannya, sebagai bukti ketergantungan satu sama lainnya.
Begitulah seharusnya kemanusiaan memahami perbedaan-perbedaan yang membuktikan
bahwa diri-diri mereka hanyalah sebagai pelengkap
kesempurnaan ciptaan dan kuasa Tuhannya.
Tidak usah
repot-repot menolak, membenci, mengecam atau hingga merusak perbedaan-perbedaan
dari wujud-wujud lain dan memaksakan ingin mengganti dengan yang sesuai dengan
seleranya, maka lihatlah perbedaan-perbedaan yang begitu banyak yang ada pada
diri dan jasadnya sendiri. Betapa wujudnya sendiri pun memiliki banyak
kekurangan dari seperti apa yang diharapkan dan diinginkannya. Dan sungguh,
memaksakan kehendak sendiri kepada wujud-wujud lain adalah perbuatan zhalim, maka bayangkanlah seandainya
dirinya sendiri sebagai yang dipaksa oleh wujud lain. Itulah keburukan sebagai yang memaksa dan sebagai yang terpaksa adalah sungguh merusak diri-dirinya sendiri.
Apalagi
dalam hal beragama. Kehidupan religius yang hanya bisa dirasakan kedamaian, ketenangan
dan ketentramannya hanya oleh masing-masing diri pribadi kemanusiaan, tidak
bisa dirasakan secara bersama-sama atau aklamasi. Tuhan menciptakan
perbedaan-perbedaan yang merupakan keindahan adalah agar mereka saling berhubungan
secara harmonis dalam keseimbangan sebuah sistem
semesta-Nya (sunathullah), bukan malah hubungan yang saling merusak bahkan
hingga saling menumpahkan darah.
Lihatlah
apa-apa yang tersebar di alam ini begitu banyaknya perbedaan yang menyatu dalam
suatu wujud keindahan, tidakkah kita bersyukur akan itu?
Lihatlah
apa-apa yang tersebar di alam ini begitu banyaknya perbedaan yang menyatu dalam
suatu wujud yang melengkapi, tidakkah kita bersyukur akan itu?
Lihatlah
apa-apa yang tersebar di alam ini begitu banyaknya perbedaan yang menyatu dalam
suatu wujud yang menyempurnakan, tidakkah kita bersyukur akan itu?
Lihatlah
apa-apa yang tersebar di alam ini begitu banyaknya perbedaan yang menyatu dalam
suatu wujud memberi petunjuk ilmu pengetahuan, tidakkah kita bersyukur akan
itu?
Lihatlah apa-apa yang tersebar
di alam ini begitu banyaknya perbedaan yang menyatu dalam suatu wujud yang
mengarahkan kepada wujud tunggal Sang Realitas Sejati, tidakkah kita bersyukur
akan itu?
“Muslim
(orang yang berserah diri) adalah dia yang menyelamatkan muslim lainnya dari
lisan dan tangannya, dan Muhajir (orang yang berhijrah) adalah dia yang
meninggalkan hal-hal yang dilarang Allah (untuk dilakukannya), dan Mu’miyn (orang
yang beriman) adalah dia yang memberi keamanan bagi orang lain atas
darah dan harta mereka.”
Hadits yang berasal dari Abdullah ibn Amr, diriwayatkan oleh
Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmdzi dan Nasa’i.
“Dan langit telah ditinggikan-Nya dan Dia ciptakan keseimbangan, agar kamu jangan merusak keseimbangan itu, dan tegakkanlah keseimbangan itu dengan adil dan janganlah
kamu mengurangi keseimbangan itu.”
(QS 55:7-9)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar