Bab XXIII
MENGHINDARI TAQLID
yang
MENYESATKAN
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi
serta silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang selalu
mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan
berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (sambil berkata), ya Tuhan kami, tidaklah Engkau ciptakan semua ini
sia-sia, Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.”
(QS 3:190-191)
A
|
l
Qur’an, sebagai kitab kumpulan wahyu Tuhan, yang banyak memberikan penjelasan
secara universal tentang alam dan kehidupan isinya, adalah sebuah panduan yang
memerlukan penafsiran serta membutuhkan akal-pikir manusia dalam interaksinya
terhadap fenomena yang terjadi di sekitarnya, sehingga memiliki makna bagi
kehidupannya. Segala macam pembuktian terhadap firman-firman Allah di dalam Al
Qur’an oleh sains, yaitu akal pikir manusia, ternyata belumlah cukup mencapai
kepada taraf memuaskan semakin dalam pemahaman kita terhadap alam. Sementara,
keterbatasan akal pikir serta dalam penafsiran ayat adalah juga sebagai faktor
penentu keberhasilannya. Tetapi dengan petunjuk dan hidayah dari Allah saja lah
yang merupakan suatu faktor keberhasilan sehingga memiliki makna yang besar
bagi kehidupan kemanusiaan dan peradabannya.
Dalam setiap penafsiran tentu akan
menimbulkan perbedaan-perbedaan makna dari masing-masing diri yang
menafsirkannya. Ini disebabkan oleh banyak faktor diantaranya minat
(ketertarikan), latar belakang kehidupan, wawasan, emosi dan kecerdasan, serta
lain-lainnya. Masing-masing tentulah akan mempertahankan sampai kepada
pelemahan pemahamannya, dan bagi mereka yang telah terbukanya pintu kesadaran
akan lemahnya pemahamannya, tentu dapat menerima dan beralih kepada pemahaman
baru yang lebih memiliki nilai kebenaran.
“Barangsiapa
Allah kehendaki memberikan petunjuk, niscaya
Dia melapangkan dadanya untuk berserah diri
(islam).
Dan barangsiapa dikehendaki Allah sesat, niscaya
Allah jadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah dia sedang mendaki ke langit..... ” (QS 6:125)
Sedangkan mereka yang pintu kesadarannya tidak terbuka,
jelas akan mempertahankan pemahamannya layaknya seorang buta yang teriak memaki
tidak suka ketika akan dituntun untuk dibantu sewaktu hendak menyeberang
jalan. Hal seperti inilah, yang sesungguhnya menyebabkan perbedaan-perbedaan
yang tak pernah terselesaikan, bahkan sampai menyebabkan
pertentangan-pertentangan paham, apalagi bila masing-masing memiliki pengikut
atau umat. Sehingga timbullah taqlid terhadap madzhab-madzhab yang
dijadikan dogma oleh dirinya sendiri.
“Dan jaganganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertanggung
jawaban.” (QS 17:36)
Lebih jauh lagi pertentangannya, akan lebih jauh pula dalam
menyesatkannya, bahkan sampai kepada saling tuduh sesat atau kafir. Seperti
yang terjadi setelah masa-masa sepeninggal keempat sahabat rasulullah
SAW. Bahkan pada masa itu, teori evolusi (sebelum teori Darwin) penciptaan
kehidupan pun telah mengemuka dan menimbulkan banyak pertentangan. Sejak abad
ke 6 SM (sebelum Masehi), pemikiran-pemikiran evolusi telah ada. Pencetus
pertamanya adalah seorang filsuf Yunani, Anaximander, bahkan biologiawan Arab Al
Jahiz, filsuf Persia Ibnu Miskawih, Ikhwan as Shafa, dan filsuf Cina Zhuangzi.
Seiring dengan pengetahuan biologi pada abad ke 18 M, pemikiran
evolusi mulai ditelusuri lagi oleh beberapa filsuf di eropa, seperti Piere
Maupertuis dan Erasmus Darwin. Pemikiran biologiawan Jean Baptiste Lamarck
tentang transmutasi spesies memiliki pengaruh yang sangat luas saat itu. Hingga
Charles Darwin merumuskan pemikirannya
dalam struggle for life dan survival of fittest (seleksi alam).
Alam semesta berikut kehidupan di dalamnya, termasuk kehidupan
kemanusiaan, yang luasnya tak terkira oleh akal pikir maupun pemahaman, juga
ternyata telah berada di dalam dada setiap diri kemanusiaan. Yaitu, bagi mereka
yang menyadari dan menggali, serta hati yang peka akan petunjuk dari kemurahan Sang Pencipta.
Cahaya-Nya akan menerangi segala pemahaman, yang terbuka sedikit demi sedikit
dan tahap demi tahap, sesuai dengan kebersihan hati dari lunturnya kekotoran
yang menghalangi cahaya-Nya untuk masuk dan mengungkap segala hakikat.
Dari atom sampai bintang dan dari sel
sampai pada wujud manusia seutuhnya, adalah memiliki keidentikan struktur
penyusunannya. Pola yang diterapkan oleh suatu Yang Tunggal dalam setiap
penciptaan-Nya. Dialah yang meng-awali dan meng-akhiri, Dialah yang tak
ber-awal dan tak ber-akhir, Dialah yang Maha Hidup dan Maha Mandiri. Dialah
yang tidak ber-anak dan tidak diper-anak-an. Dialah Allah tuhan yang Tunggal.
Dan segala sesuatu bergantung kepada-Nya.
“,,,,,Orang-orang
itu akan memperoleh bahagian yang telah ditentukan
untuknya.....”
(QS 7:37)
“.........melainkan
Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah di bumi
ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak pula yang lebih besar dari
itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).”
(QS 10:61)
“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di
bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun
di dalam al Kitab, kemudian
kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan .” (QS 6:38)
“Dan pada
sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib, tak ada
yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di
lautan, dan tiada
sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak
jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah
ataupun yang kering, melainkan tertulis di dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).”
(QS 6:59)
“............
Semuanya tertulis di dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).”
(QS 11:6)
Seperti yang telah diuraikan pada bab
sebelumnya, bahwa segala sesuatu materi, baik yang diklasifikasikan sebagai
makhluk hidup maupun materi yang disebut benda mati, memiliki energi bawaan-nya
yang disebut pilinan rantai genetika (pada sel makhluk hidup, atau DNA)
dan pilinan rantai energi (pada energi di dalam partikel materi).
Keduanya inilah yang sama-sama berfungsi sebagai cetak biru arah gerak
hidup-nya, dalam bahasa ruhani adalah kodrat dan iradat yang
telah ditetapkan Tuhannya. Dan dalam bahasa Al Qur’an, adalah sebagai kitab-nya
yang nyata (kitab mubiyn).
“Allah, tidak ada
tuhan melainkan Dia Yang Hidup Kekal lagi Yang Memelihara, tidak mengantuk dan tidak tidur. Milik-Nya apa yang di langit dan
di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui
apa-apa yang dihadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka
tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa
berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Agung.” (QS 2:255)
Inilah sesungguhnya, sebagai dasar
pijakan akal dan pemikiran, bahwa Allah tiada pernah tersentuh kelelahan,
kerepotan, ataupun rasa kantuk dalam mencipta, menguasai, hingga memelihara
segala sesuatu di alam ini berikut isinya yang tak terhitung banyaknya. Karena
Dia telah menciptakannya secara sistematis dan amat sempurna. Dari sinilah,
bahwa segala sesuatunya tiada yang lepas telah tercatat dan ditetapkan arah gerak
hidup-nya oleh Allah, sebagai ar rahmaan. Dia Yang Maha Pemurah, maka jelas
kemurahan-Nya adalah merahmati segala sesuatu yang diciptakan-Nya, makhluk-Nya,
yang tersebar seantero jagad raya ini, maka Dia tentunya mengetahui segala
sesuatu itu, disebutlah Dia sebagai Yang Maha Mengetahui. Dengan pengetahuan-Nya
tentu membuatnya tak pernah tersentuh kelelahan, kerepotan, ataupun rasa kantuk di setiap
waktu, maka disebutlah Dia sebagai Yang Maha Kuasa.
“Sucikanlah nama Tuhan-mu Yang Maha Tinggi, yang
menciptakan, dan menyempurnakan (ciptaan-Nya), dan yang
menentukan kadar dan memberi petunjuk.” (QS 87:1-3)
“Yang telah
menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali
tak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang
(kecacatan). Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu
lihat sesuatu yang tidak seimbang (cacat)?.” (QS 67:3)
“Kemudian
pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu yang cacat dan penglihatanmu itupun
dalam keadaan yang payah.” (QS 67:4)
Proses
penciptaan semesta alam ini, yang dalam Al Qur’an disebut sebagai penciptaan
langit dan bumi, banyak dijelaskan Allah melalui ayat-ayat Nya secara
terpisah-pisah dan dengan gaya bahasa yang universal dapat diterima oleh semua
kalangan. Jika ayat-ayat tersebut diurutkan maka akan dapat disimpulkan bahwa
prosesnya melalui tahapan-tahapan yang panjang skala waktunya. Tidak ujug-ujug
jadi.
Kebanyakan para penentang teori
evolusi, tidak hanya dari sebagian umat muslim saja melainkan pula dari
kalangan gereja, karena merasa teori tersebut bertentangan dengan penafsiran
mereka terhadap kitab sucinya. Dan memang, penafsiran terhadap segala
sesuatu adalah sangat dipengaruhi oleh peran fungsi akal dan kesadaran setiap
diri kemanusiaan, begitu pula penafsiran terhadap firman Tuhan.
Padahal telah ada pelajaran berharga
pada abad pertengahan, yaitu hukuman mati yang dijatuhkan oleh gereja Katholik
Roma terhadap Galileo Galilei, karena pernyataannya yang berdasarkan penelitian
melalui teleskop bahwa bumi-lah yang ternyata mengelilingi matahari.
Dan baru beberapa ratus tahun kemudian pihak gereja mengakui kesalahannya.
Disinilah nama baik atau kesucian agama menjadi taruhan. Janganlah karena taqlid-nya
pada penafsiran sehingga membuat kita malah tersesat seperti tersesatnya
mereka, karena firman Tuhan di dalam ayat-ayat masih memerlukan penafsiran yang
mendalam yang perlu juga didukung oleh akal pemikiran bahkan tekhnologi. Yang
pada akhirnya manfaatnya akan kembali pula pada diri kita.
Seperti pula penafsiran kun fayaa kun (jadilah, maka
terjadilah), yang ditafsirkan bahwa, bila Allah berkata jadi, maka jadilah seketika
itu juga. Sehingga mereka yang menafsirkannya seperti itu, tergesa-gesa
pula menjadi penentang teori evolusi-nya Darwin, seperti pihak gereja
tergesa-gesa menentang teori sistem planeter-nya Galileo Galilei.
Padahal di ayat-ayat yang lainnya menunjukkan hal tersebut memerlukan waktu
proses.
“.....
Sesungguhnya sehari di sisi Tuhan-mu adalah seperti
seribu tahun menurut perhitunganmu.” (QS 22:47)
“Dia
mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.” (QS 32:5)
“Para
malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan, dalam sehari
yang setara dengan lima puluh ribu tahun (untuk ukuran manusia).” (QS 70:4)
Dan pada kisah Maryam, saat malaikat
Jibril membawa berita dari Tuhannya, bahwa dia akan memiliki seorang putra yang
bernama al Masih Isa putra Maryam. Kemudian Jibril pun meyakinkannya dengan
berkata, ..... apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka
Allah hanya cukup berkata kepadanya,
jadilah, lalu jadilah dia.
(QS 3:45-47)
Para cendekiawan agama yang terjebak dalam perdebatan
pertentangannya terhadap teori evolusi, yang secara terang-terangan menolak
teori ini karena didasarkan dogma kitab suci yang ternyata memerlukan
penafsiran pula dalam memahaminya, sebenarnya selain mempertaruhkan
keilmuannya, juga telah berani mempertaruhkan kesucian kitabnya yang tentunya
mutlak kebenarannya dengan penafsiran yang benar. Maka bila kesalahan ada pada
penafsirannya, sungguh ia telah turut menjatuhkan martabat kesucian kitabnya.
Seperti kasus Galileo Galilei yang telah disebut di atas.
Tidak ada kitab suci yang menerangkan
proses penciptaan manusia dan penciptaan semesta alam selengkap Al Qur’an.
Tetapi mengapa masih sering terpancing pada perdebatan yang tiada guna, dan
jelas-jelas memang pada setiap ciptaan-Nya pasti mengalami proses evolusi
(tahapan perubahan) sebagai suatu ketetapan-Nya (sunathullah). Mana lebih
kompleks susunan unsurnya pada tubuh kera atau tanah? Bila
demikian, mengapa terusik egonya bila teori evolusi ini menyebutkan manusia
berasal dari kera? Ingatlah, iblis dikutuk Allah karena kesombongannya
yang merasa asal kejadiannya lebih sempurna dari manusia.
Dan penciptaan Isa al Masih itupun memerlukan proses, yaitu proses
di dalam kandungan selama sembilan bulan, kepayahan, dan melalui juga proses
kelahirannya. Tidak langsung jadi. Dan itulah ketetapan-Nya.
“Maka
Maryam mengandungnya, lalu ia
menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon
kurma, ia berkata, aduhai,
alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi
dilupakan.” (QS 19:22-23)
“Dan
sungguh, Kami telah
menciptakan manusia dari saripati tanah. Kemudian
darinya Kami menjadikan air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kukuh. Kemudian
dari air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu
sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal
daging, dan
segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu
tulang belulang itu Kami bungkus dengan
daging.
Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Maha Suci
Allah Pencipta yang paling sempurna.”
(QS
23:12-14)
“Dan
mengapa mereka tak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara
keduanya
melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan........” (QS 30:8)
Pahamilah dengan seksama ayat-ayat tersebut di atas, sangat jelas menerangkan
proses tahapan penciptaan manusia, dari mulai sebagai
yang belum bisa disebut
(unsur-unsur materi, seperti senyawa-senyawa protein, asam amino, dan senyawa
organik lainnya) yang berasal dari saripati tanah yang dihisap oleh tumbuhan
sebagai makanannya, kemudian tumbuhan itupun menjadi makanan manusia, dan di
dalam tubuhnya di cerna yang sebagian hasil pencernaannya untuk pembentukan
sperma-sperma yang selalu terbarukan. Selanjutnya setelah sperma yang bertemu
dengan sel telur dan tersimpan di dalam rahim pun melalui tahapan-tahapan
proses perubahan bentuk (evolusi) kejadiannya yang menuju kesempurnaannya. Belum cukupkah
itu membuktikan terjadinya proses evolusi pada penciptaan kehidupan?
Maka makna penafsiran kun fayaa kun
(jadilah, maka terjadilah), tidaklah selalu harus terjadi dengan seketika atau
sekejapan mata, melainkan melalui proses-proses yang telah ada dalam setiap
ketetapan-Nya (sunathullah). Dan tahapan prosesnya adalah merupakan proses perubahan bentuk
atau wujud yang juga tidak seketika dan memerlukan waktu, atau disebut pula evolusi.
Sedangkan tahapan yang prosesnya berlangsung cepat disebut revolusi.
Seperti ulat daun yang makan
sebanyak-sebanyaknya sebagai bekalnya untuk waktu berpuasa di dalam kepompong
selama berminggu-minggu, dan ketika keluar telah bersayap indah sebagai
kupu-kupu yang cantik mempesona. Begitupun pada larva-larva di dalam air,
setelah masanya menjadi bentuk yang lain, yaitu nyamuk-nyamuk. Atau belatung-belatung
yang menjijikkan yang berada pada sisa-sisa makanan yang membusuk, maka setelah
masanya pun akan menjadi lalat-lalat.
Begitulah segala sesuatu yang selain Dia adalah ciptaan-Nya,
makhluk yang tidak kekal (hadits) mengalami perubahan dan selalu terbarukan
dalam berbagai bentuk dan wujudnya, baik yang nyata terlihat maupun yang nyata
tak terlihat.
“Bukankah
telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia
ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?” (QS 76:1)
“......
maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan
kamu dari tanah, kemudian
dari stetes mani, kemudian
dari segumpal darah, kemudian
dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang
tidak sempurna, agar Kami
jelaskan kepadamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang
Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur)
sampailah pada kedewasaan, dan diantara kamu ada yang diwafatkan dan ada pula yang
dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi
sesuatu pun yang dahulunya telah diketahuinya. ......” (QS 22:5)
“Dan Allah
mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati.” (QS 16:78)
Juga pada proses penciptaan yang lebih
besar dibandingkan penciptaan manusia atau makhluk hidup lainnya, yaitu proses
penciptaan langit dan bumi, juga tentu memerlukan waktu.
Ulasan ini hanyalah sebagai contoh
kasus bahayanya taqlid terhadap segala sesuatu, apalagi taqlid kepada
dogma dalam menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an. Yang namanya penafsiran tentu
selalu berkembang sesuai perkembangan peradaban. Belum lagi penafsiran yang pasti
berbeda-beda. Jangankan pada penafsiran, pada penerjemahan ayat-ayat Al Qur’an
saja memiliki perbedaan penggunaan istilah di setiap masanya. Jika ingin
lebih jelas, coba saja cek terjemahan keluaran cetakan lima atau sepuluh tahun
yang lalu dengan terjemahan yang keluaran cetakan terbaru, maka pasti terdapat
perbedaan pemakaian istilah yang mungkin saja menyulitkan pembacanya untuk
mendapatkan makna yang seharusnya. Bila
hal tersebut diperkuat lagi dengan ketaqlidan, maka tentu dapat pula membawa
kita kepada kesesatan dalam pemahaman.
Taqlid sungguh akan mematikan akal kita
dalam setiap petunjuk yang sesungguhnya setiap saat hadir di hadapan kita,
karena taqlid yang mempertahankan pemahaman lama dari datangnya pemahaman baru
yang lebih mencerahkan. Sedangkan seperti yang kita sadari, bahwa Al Qur’an tak
pernah lekang oleh masa.
Penafsiran ayat-ayatnya pun berkembang
sesuai perkembangan peradaban kemanusiaan yang semakin menunjukkan kebenaran-nya.
Ilmu pengetahuan dan tekhnologi semakin membuka tabir-tabir segala seuatu yang
sebelumnya ghaib di alam ini untuk dapat diketahui, dikenal, dan dipahami serta
mengambil manfaat-manfaat darinya. Begitulah Allah menunjuki kepada
siapapun yang mau menggunakan akalnya.
Penafsiran adalah merupakan produk kemanusiaan, yang diliputi
keterbatasan. Karena itulah selalu diperbaharui sepanjang masa. Bila
diri kita ini terjebak, dan tidak mau menerima petunjuk-petunjuk berupa
pemahaman baru, dan lebih kuat dalam mempertahankan pemahaman lama tanpa
mengusahakan terlebih dahulu akalnya untuk menimbang, maka jelaslah diri kita
termasuk golongan orang-orang yang menutup pintu hatinya dari petunjuk (cahaya
Tuhan). Orang-orang inilah yang lebih memiliki peluang terjerumus kesesatan,
karena tidak pernah mau melatih akalnya untuk bekerja. Kepekaan hatinya menjadi
tumpul dalam melihat yang bathin dari segala sesuatu, sehingga lebih mudah
terjerumus pada kesesatan.
Setelah
shalat shubuh, Bilal
bertanya,“Ya
Rasulullah, apa
gerangan yang telah membuatmu menangis. Bukankah Allah SWT telah mengampuni
segala dosamu yang lampau dan yang akan datang?” Kemudian
beliau menjawab, “Celaka
kamu Bilal, bagaimana
aku tidak menangis jika pada malam ini Allah SWT telah mewahyukan kepadaku ayat
‘Sesungguhnya
pada penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang berakal.’ (QS 3:190) Kemudian beliau berkata lagi, “Celakalah bagi siapa saja yang membacanya, tapi tidak
merenungkan kandungan maknanya.” [Tafsir Ibnu Katsir (1/441)]
Dibawah ini disajikan beberapa ayat Al Qur’an, yang sengaja dicoba
untuk diurutkan berdasarkan proses kejadian alam semesta (langit dan
bumi serta isinya), yang insya Allah, dapat membantu mempermudah pemahaman kita
kepada proses tersebut.
“.....Allah
tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) benar dan waktu yang ditentukan......” (QS 30:8)
“Dan apakah
orang-orang yang kafir (tertutup hati dan akalnya) tidak mengetahui bahwasanya
langit dan bumi itu dahulunya adalah suatu yang padu, kemudian Kami
pisahkan antara keduanya.....” (QS 21:30)
“Dan Dia
menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya
dan Dia menentukan kadar makanan-makanan
(penghuninya) dalam empat hari. (Penjelasan itu sebagai
jawaban) bagi orang-orang yang bertanya.” (QS 41:10)
Setelah langit dan bumi terpisah, dan
Allah membentuk langit dan menghiasinya dengan bintang-bintang. Demikian pula
bersamaan waktunya Dia menetapkan kepada penciptaan di bumi. Pada masa-masa
inilah sebagai masa penciptaan sarana bagi kehidupan, dengan terlebih dahulu
menyiapkan makanan-makanan bagi penghuni bumi, nantinya.
“Kemudian
Dia menuju kepada penciptaan langit, dan langit itu masih
berupa asap, lalu Dia
berkata kepadanya dan kepada bumi, datanglah kamu
berdua dengan sukahati ataupun terpaksa. Kemudian keduanya menjawab, kami datang dengan sukahati. Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua
hari (masa) dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami
hiasi langit yang terdekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami
memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha
Mengetahui.” (QS 41:11-12)
Ketentuan-Nya diantaranya adalah,
Gaya-gaya serta energi yang terjadi
saat langit telah dilengkapi segala isinya, kemudian matahari dengan tata
suryanya yang juga telah terbentuk sebagai lingkungan atau habitat bagi bumi,
amat mempengaruhi apa-apa yang terjadi kemudian pada bumi. Diantaranya adalah
mempengaruhi posisi tata letak kedudukan bumi yang amat menentukan
proses-proses selanjutnya pada terciptanya kehidupan di bumi.
Pertama, gaya berputar pada porosnya
(spinself) akibat gaya magnet pada kedua kutubnya yang menyebabkan terjadinya
siang dan malam, sehingga terbentuklah suatu sistem waktu yang konstan, serta
suhu permukaan yang dipengaruhi oleh keadaan siang maupun malam.
Kedua, pergeseran kemiringan poros bumi sebesar 23,5⁰ tegak lurus
terhadap garis edar bumi yang mengelilingi matahari, menyebabkan ada malam atau
siang yang lebih panjang di suatu wilayah tertentu. Dan hal ini menyebabkan
perbedaan musim atau iklim suatu wilayah dibanding wilyah lainnya di permukaan
bumi.
Kedua hal tersebut telah sangat
mempengaruhi semakin kaya dan beragamnya pembentukan unsur-unsur di bumi karena
dipengaruhi suhu permukaan dari adanya siang dan malam, yaitu perubahan
temperatur dan iklim yang ekstrim pada awalnya, sehingga mengakibatkan keadaan
dan kondisi bumi kepada aktivitas perubahan pada kontur lapisan kerak permukaan
bumi. Baik pada pembentukan kekayaan mineral yang terkandung di dalamnya, dan
kekayaan gas yang keluar akibat perubahan kontur di permukaan, seperti gerak
akibat pergeseran kerak bumi, terbentuknya gunung-gunung berapi purba, lembah
dan ngarai, rawa-rawa, danau, laut dan samudra, dan sebagainya. Inilah penghamparan
bumi bagi persiapan pembentukan dari setiap ciptaan di masa kemudian.
Kekayaan mineral gas yang keluar dari
aktivitas gunung-gunung api purba dan aktivitas lempeng yang mengeluarkan uap
panas bumi, yang dipengaruhi gaya gravitasi sehingga tertahan tidak terus
bergerak menjauhi permukaaan dan membentuk lapisan-lapisan atmosfir yang akan
berguna melindungi bumi dari hantaman-hantaman benda langit yang datang,
seperti meteor, asteroid, dan komet. Juga radiasi sinar matahari yang
sebagiannya berbahaya bagi kehidupan, dan sebagiannya lagi yang berguna tetap
menembus masuk dan mempengaruhi di atas permukaan bumi. Selain itu juga sebagai
pelindung masuknya pengaruh suhu luar yang mencapai 270⁰ C di bawah nol. Selain
atmosfir, bumi pun memiliki pelindung lain seperti Sabuk Van Allen, adalah
radiasi medan magnet yang terbentuk karena kerapatan massa dari inti bumi yang
terdiri dari Nikel dan Besi. Sabuk Van Allen ini ternyata ikut melindungi bumi
dari jilatan lidah api matahari ketika terjadi badai di matahari yang suhunya
ketika mendekati bumi mencapai 2500⁰ C secara tiba-tiba dan menimbulkan radiasi
gelombang kejut.
Kemudian pada
gas-gas yang molekul-molekulnya berinteraksi berupa uap air akan diturunkan
kembali dalam bentuk hujan yang membasahi permukaan bumi. Yang tidak keluar
dari permukaan, berinteraksi membentuk sumber-sumber air tersebar dan
terkandung di dalam perut bumi. Dan mengeluarkannya melalui mata-mata air di
permukaan.
Mari kita telaah kembali kalimat penutup ayat 30 surah Al Anbiya,
“........ Dan
dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup.” (QS 21:30)
“Dan Kami telah menghamparkan bumi dan Kami pancangkan padanya gunung-gunung serta Kami
tumbuhkan
di sana segala sesuatu menurut ukuran. Dan Kami telah menjadikan
padanya
(bumi) sumber-sumber kehidupan untuk keperluanmu, dan makhluk-makhluk yang bukan kamu
pemberi rezekinya.” (QS 15:19-20)
Proses penciptaan yang tiada henti-hentinya ini, semakin
melimpahkan kekayaan akan unsur-unsur yang terbentuk di permukaan bumi. Selain
air dan mineral, serta cahaya yang melimpah, ditambah perubahan-perubahan iklim
yang ekstrim menciptakan hujan-hujan petir sebagai gelombang kejut yang juga merupakan
pemicu interaksi yang lebih dinamis dan kompleks lagi, maka mulailah
pembentukan protein dan asam amino sebagai senyawa molekul organik dari
interaksi atom-atom beberapa unsur tersebut, yang juga adalah merupakan
pembentuk sel kehidupan primitif seperti, fungi, protozoa dan bakteri-bakteri
bersel tunggal, sel yang terdiri atau berbasis kabon dan air.
“Dan
diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan kepadamu kilat (halilintar) untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia
menurunkan air hujan dari langit, lalu menghidupkan
bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya.” (QS 30:24)
Air sebagai sumber dasar kehidupan, tidak perlu diulas mendetail
lagi, dan telah dipertegas kembali oleh penutupan ayat tersebut (QS 21:30) di atas. Dan
keberadaannya yang melimpah, meliputi 70% permukaan bumi dalam bentuk lautan
dan samudra, belum lagi kandungan-kandungannya di dalam perut bumi, sehingga
bumi merupakan ibu kandung bagi kehidupan yang melahirkan begitu banyak
kehidupan. Sebagai ibu pertiwi.
“Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan gugusan
bintang-bintang (di langit) dan Kami telah menghiasi langit itu bagi orang-orang yang
memandangnya.” (QS 15:16)
“Dan Allah
menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan
matahari sebagai pelita?” (QS 71:16)
“Dan Dia
telah menundukkan bagimu matahari dan bulan yang terus
menerus beredar, dan telah menundukkan bagimu malam dan siang.” (QS 14:33)
“Apakah
kamu yang lebih sulit penciptaannya ataukah langit? Allah
telah membangunnya. Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya, dan Dia
menjadikan malamnya gelap gulita, dan
menjadikan siangnya terang benderang. Dan bumi
sesudah itu dihamparkan-Nya. Ia memancarkan daripadanya mata air-nya, dan
(menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. Dan gunung-gunung
dipancangkan-Nya dengan kokoh, (semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk
binatang-binatang ternakmu” (QS 79:27-33)
“Dan langit
itu Kami bangun dengan kekuasaan dan sesungguhnya
Kami benar-benar meluaskannya.” (QS 51:47)
“Dan langit
telah ditinggikan-Nya dan Dia ciptakan keseimbangan, agar kamu jangan
merusak keseimbangan
itu, dan tegakkanlah keseimbangan itu dengan adil dan janganlah
kamu mengurangi keseimbangan itu.” (QS 55:7-9)
Kembali kepada proses terbentuknya kehidupan pertama yang memakan
waktu ribuan bahkan jutaan tahun, dengan proses reaksi sintesa terhadap tanah
permukaan bumi yang telah didukung air yang melimpah dalam bentuk rawa-rawa,
serta energi panas matahari sehingga terbentuklah zat-zat anorganik, dan
kemudian zat-zat organik, sebagai benih dasar sel-sel generatif.
Dan fungsi air sebagai pelarut, yang membawa dan mengumpulkan zat-zat
organik dan segala macam unsur-unsur mineral, air yang melimpah tersebar merata
di permukaan bumi, selain dalam bentuk lautan dan samudra, danau dan sungai,
juga yang diduga kuat andilnya sebagai dapur penciptaan adalah rawa-rawa
purba yang dangkal dan kental serta kaya akan mineral serta zat organik seperti
protein dan asam amino. Seperti kaldu purba.
Dan peranannya dalam kelahiran
kehidupan pertama ini, rawa-rawa purba yang banyak tersebar di seluruh
permukaan bumi, keberadaannya tersebutlah sebagai rahim bagi janin-janin
makhluk hidup pertama. Penciptaan manusia dengan kerumitan strukturnya
yang terdiri dari milyaran sel penyusun tubuhnya, adalah pula karya gemilang
yang merupakan kesempurnaan dari seluruh ciptaan.
“(Ingatlah)
pada hari langit Kami gulung seperti menggulung
lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya kembali. Janji yang pasti Kami
tepati, sungguh, Kami akan
melaksanakannya.” (QS 21:104)
“(Yaitu)
pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi
yang lain dan (demikian pula) langit, dan mereka semuanya (di padang
mahsyar) berkumpul menghadap ke hadirat Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.” (QS 14:48)
Dua ayat terakhir ini menjelaskan
keadaan alam semesta pada hari akhir (kiamat qubra), yang
disebutkan pula ternyata memiliki keadaan atau proses yang sama saat pada hari
awal (penciptaan pertama). Dan Allah sungguh-sungguh menegaskan,
bahwa proses tersebut merupakan siklus pengulangan penciptaan.
Perumpamaan proses kejadian pada hari
akhir (kiamat qubra), dimana langit dengan bintang-bintangnya hancur luluh
melebur bersama bumi, seperti mengulung lembaran-lembaran kertas yang berlapis-lapis (QS 21:104), agar kita mudah memahami
proses singularitas (berpadunya kembali
langit dan bumi), termasuk tujuh lapis langit, galaksi-galaksi dengan
bintang-bintangnya, bumi, matahari, bulan, serta seluruh benda-benda langit
lainnya, menjadi suatu yang padu kembali seperti kejadian awal yang dijelaskan pada QS 21:30. Yaitu,
kembali pulang-nya segala sesuatu kepada sumber-nya Dia Yang Maha
Tunggal, inna lillahi wa inna ilayhi raji’un.
Demikianlah ulasan ini hendak
mengingatkan kita agar tidak tersesat oleh pemahaman kita sendiri, seperti di
waktu-waktu yang lalu, bahwa sesungguhnya Dia-lah tujuan utama kita dalam
kehidupan ini dan kehidupan nanti. Artinya, segala sesuatu tiada yang kekal dan
abadi, baik dari segi waktu-nya maupun kebenaran-nya. Akan selalu
ada kebenaran lain yang memperbaikinya.
Hanya Dialah Kebenaran Sejati, karena itu janganlah mengunci
mati hati kita dari setiap yang akan datang sebagai petunjuk dari Tuhan
untuk memperbaiki kebenaran sebelumnya yang telah ada pada kita. Petunjuk
yang merupakan kebenaran adalah rahmat Allah yang takkan pernah berhenti,
sebagai yang akan terus datang bagaikan cahaya matahari yang selalu hadir
menerangi segala sesuatu untuk diketahui dan dipahami seluruh makhluk-Nya di
bumi. Maka dengan selalu memohon perlindungan kepada-Nya dari penyesatan iblis
yang menjadikan kesalahan dan keburukan terlihat indah oleh pandangan mata,
serta terasa indah di dalam angan-angan, semoga Allah selalu memberikan
petunjuk kepada yang haqq sebagai kebenaran sejati.
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di
segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur’an itu adalah benar.....”
(QS
41:53)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar