Dari atom sampai bintang dan
dari sel sampai pada wujud manusia seutuhnya, adalah memiliki keidentikan
struktur penyusunannya. Pola yang diterapkan oleh suatu Yang Tunggal dalam
setiap penciptaan-Nya. Dialah yang meng-awali dan meng-akhiri, Dialah yang tak
ber-awal dan tak ber-akhir, Dialah yang Maha Hidup dan Maha Mandiri. Dialah
yang tidak ber-anak dan tidak diper-anak-an. Dialah Allah tuhan yang Tunggal.
Dan segala sesuatu bergantung kepada-Nya.
“,,,,,Orang-orang
itu akan memperoleh bahagian yang
telah ditentukan untuknya.....” (QS 7:37)
“.........melainkan
Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah di bumi
ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak pula yang lebih besar dari
itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).”
(QS 10:61)
“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di
bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun
di dalam al Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka
dihimpunkan .” (QS 6:38)
“Dan pada
sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib, tak ada
yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia
mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada
sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak
jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah
ataupun yang kering, melainkan tertulis di dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).”
(QS 6:59)
“............
Semuanya tertulis di dalam kitab
yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS 11:6)
Seperti yang telah diuraikan
pada bab sebelumnya, bahwa segala sesuatu materi, baik yang diklasifikasikan
sebagai makhluk hidup maupun materi yang disebut benda mati, memiliki energi
bawaan-nya yang disebut pilinan rantai genetika (pada sel makhluk
hidup, atau DNA) dan pilinan rantai energi (pada energi di dalam
partikel materi). Keduanya inilah yang sama-sama berfungsi sebagai cetak
biru arah gerak hidup-nya, dalam bahasa ruhani adalah kodrat
dan iradat yang telah ditetapkan Tuhannya. Dan dalam bahasa Al Qur’an,
adalah sebagai kitab-nya yang nyata (kitab mubiyn).
“Allah, tidak ada
tuhan melainkan Dia Yang Hidup Kekal lagi Yang Memelihara, tidak mengantuk dan tidak tidur. Milik-Nya apa yang di langit dan
di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui
apa-apa yang dihadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka
tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa
berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Agung.” (QS 2:255)
Inilah sesungguhnya, sebagai
dasar pijakan akal dan pemikiran, bahwa Allah tiada pernah tersentuh kelelahan,
kerepotan, ataupun rasa kantuk dalam mencipta, menguasai, hingga memelihara
segala sesuatu di alam ini berikut isinya yang tak terhitung banyaknya. Karena
Dia telah menciptakannya secara sistematis dan amat sempurna. Dari sinilah,
bahwa segala sesuatunya tiada yang lepas telah tercatat dan ditetapkan arah gerak
hidup-nya oleh Allah, sebagai ar rahmaan. Dia Yang Maha Pemurah, maka
jelas kemurahan-Nya adalah merahmati segala sesuatu yang diciptakan-Nya,
makhluk-Nya, yang tersebar seantero jagad raya ini, maka Dia tentunya
mengetahui segala sesuatu itu, disebutlah Dia sebagai Yang Maha Mengetahui.
Dengan pengetahuan-Nya tentu membuatnya tak pernah tersentuh kelelahan, kerepotan, ataupun rasa kantuk di setiap
waktu, maka disebutlah Dia sebagai Yang Maha Kuasa.
“Sucikanlah nama Tuhan-mu Yang Maha Tinggi, yang
menciptakan, dan menyempurnakan (ciptaan-Nya), dan yang
menentukan kadar dan memberi petunjuk.” (QS 87:1-3)
“Yang telah
menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha
Pemurah sesuatu yang tidak seimbang (kecacatan). Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang (cacat)?.” (QS 67:3)
“Kemudian
pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu yang cacat dan penglihatanmu itupun
dalam keadaan yang payah.” (QS 67:4)
Proses penciptaan semesta alam ini, yang dalam Al
Qur’an disebut sebagai penciptaan langit dan bumi, banyak dijelaskan
Allah melalui ayat-ayat Nya secara terpisah-pisah dan dengan gaya bahasa yang
universal dapat diterima oleh semua kalangan. Jika ayat-ayat tersebut diurutkan
maka akan dapat disimpulkan bahwa prosesnya melalui tahapan-tahapan yang panjang
skala waktunya. Tidak ujug-ujug jadi.
Kebanyakan para penentang teori
evolusi, tidak hanya dari sebagian umat muslim saja melainkan pula dari
kalangan gereja, karena merasa teori tersebut bertentangan dengan penafsiran
mereka terhadap kitab sucinya. Dan memang, penafsiran terhadap segala
sesuatu adalah sangat dipengaruhi oleh peran fungsi akal dan kesadaran setiap
diri kemanusiaan, begitu pula penafsiran terhadap firman Tuhan.
Padahal telah ada pelajaran
berharga pada abad pertengahan, yaitu hukuman mati yang dijatuhkan oleh gereja
Katholik Roma terhadap Galileo Galilei, karena pernyataannya yang berdasarkan
penelitian melalui teleskop bahwa bumi-lah yang ternyata mengelilingi matahari.
Dan baru beberapa ratus tahun kemudian pihak gereja mengakui kesalahannya.
Disinilah nama baik atau kesucian agama menjadi taruhan. Janganlah karena taqlid-nya
pada penafsiran sehingga membuat kita malah tersesat seperti tersesatnya
mereka, karena firman Tuhan di dalam ayat-ayat masih memerlukan penafsiran yang
mendalam yang perlu juga didukung oleh akal pemikiran bahkan tekhnologi. Yang
pada akhirnya manfaatnya akan kembali pula pada diri kita.
Seperti pula penafsiran kun fayaa kun (jadilah, maka
terjadilah), yang ditafsirkan bahwa, bila Allah berkata jadi, maka jadilah seketika
itu juga. Sehingga mereka yang menafsirkannya seperti itu, tergesa-gesa
pula menjadi penentang teori evolusi-nya Darwin, seperti pihak gereja
tergesa-gesa menentang teori sistem planeter-nya Galileo Galilei.
Padahal di ayat-ayat yang lainnya menunjukkan hal tersebut memerlukan waktu
proses.
“.....
Sesungguhnya sehari di sisi Tuhan-mu adalah seperti
seribu tahun menurut perhitunganmu.” (QS 22:47)
“Dia
mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.” (QS 32:5)
“Para
malaikat dan Jibril naik (menghadap)
kepada Tuhan, dalam sehari yang setara dengan lima puluh ribu tahun (untuk ukuran
manusia).” (QS 70:4)
Dan pada kisah Maryam, saat
malaikat Jibril membawa berita dari Tuhannya, bahwa dia akan memiliki seorang
putra yang bernama al Masih Isa putra Maryam. Kemudian Jibril pun meyakinkannya
dengan berkata, ..... apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka
Allah hanya cukup berkata kepadanya,
jadilah, lalu jadilah dia. (QS 3:45-47)
Para cendekiawan agama yang terjebak dalam perdebatan
pertentangannya terhadap teori evolusi, yang secara terang-terangan menolak
teori ini karena didasarkan dogma kitab suci yang ternyata memerlukan
penafsiran pula dalam memahaminya, sebenarnya selain mempertaruhkan
keilmuannya, juga telah berani mempertaruhkan kesucian kitabnya yang tentunya
mutlak kebenarannya dengan penafsiran yang benar. Maka bila kesalahan ada pada
penafsirannya, sungguh ia telah turut menjatuhkan martabat kesucian kitabnya.
Seperti kasus Galileo Galilei yang telah disebut di atas.
Tidak ada kitab suci yang
menerangkan proses penciptaan manusia dan penciptaan semesta alam selengkap Al
Qur’an. Tetapi mengapa masih sering terpancing pada perdebatan yang tiada guna,
dan jelas-jelas memang pada setiap ciptaan-Nya pasti mengalami proses evolusi
(tahapan perubahan) sebagai suatu ketetapan-Nya (sunathullah). Mana lebih
kompleks susunan unsurnya pada tubuh kera atau tanah? Bila
demikian, mengapa terusik egonya bila teori evolusi ini menyebutkan manusia
berasal dari kera? Ingatlah, iblis dikutuk Allah karena kesombongannya
yang merasa asal kejadiannya lebih sempurna dari manusia.
Dan penciptaan Isa al Masih itupun memerlukan proses, yaitu proses
di dalam kandungan selama sembilan bulan, kepayahan, dan melalui juga proses
kelahirannya. Tidak langsung jadi. Dan itulah ketetapan-Nya.
“Maka
Maryam mengandungnya, lalu ia
menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon
kurma, ia berkata, aduhai,
alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku
menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan.” (QS 19:22-23)
“Dan
sungguh, Kami telah
menciptakan manusia dari saripati
tanah.
Kemudian darinya Kami menjadikan air mani (yang disimpan) dalam tempat yang
kukuh. Kemudian dari air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu
sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang belulang, lalu
tulang belulang itu Kami bungkus dengan
daging.
Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Maha Suci
Allah Pencipta yang paling sempurna.” (QS 23:12-14)
“Dan
mengapa mereka tak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara
keduanya
melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan........” (QS 30:8)
Pahamilah dengan seksama
ayat-ayat tersebut di atas, sangat jelas
menerangkan proses tahapan penciptaan manusia, dari mulai sebagai yang belum bisa disebut (unsur-unsur materi, seperti
senyawa-senyawa protein, asam amino, dan senyawa organik lainnya) yang berasal
dari saripati tanah yang dihisap oleh tumbuhan sebagai makanannya, kemudian
tumbuhan itupun menjadi makanan manusia, dan di dalam tubuhnya di cerna yang
sebagian hasil pencernaannya untuk pembentukan sperma-sperma yang selalu
terbarukan. Selanjutnya setelah sperma yang bertemu dengan sel telur dan
tersimpan di dalam rahim pun melalui tahapan-tahapan proses perubahan bentuk
(evolusi) kejadiannya yang menuju
kesempurnaannya. Belum cukupkah itu membuktikan terjadinya proses evolusi pada
penciptaan kehidupan?
Maka makna penafsiran kun fayaa kun
(jadilah, maka terjadilah), tidaklah selalu harus terjadi dengan seketika atau
sekejapan mata, melainkan melalui proses-proses yang telah ada dalam setiap
ketetapan-Nya (sunathullah). Dan tahapan prosesnya adalah
merupakan proses perubahan bentuk atau wujud yang juga tidak seketika dan
memerlukan waktu, atau disebut pula evolusi. Sedangkan tahapan yang
prosesnya berlangsung cepat disebut revolusi.
Seperti ulat daun yang makan
sebanyak-sebanyaknya sebagai bekalnya untuk waktu berpuasa di dalam kepompong
selama berminggu-minggu, dan ketika keluar telah bersayap indah sebagai
kupu-kupu yang cantik mempesona. Begitupun pada larva-larva di dalam air,
setelah masanya menjadi bentuk yang lain, yaitu nyamuk-nyamuk. Atau belatung-belatung
yang menjijikkan yang berada pada sisa-sisa makanan yang membusuk, maka setelah
masanya pun akan menjadi lalat-lalat.
Begitulah segala sesuatu yang selain Dia adalah ciptaan-Nya,
makhluk yang tidak kekal (hadits) mengalami perubahan dan selalu terbarukan
dalam berbagai bentuk dan wujudnya, baik yang nyata terlihat maupun yang nyata
tak terlihat.
“Bukankah
telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia
ketika itu belum merupakan sesuatu yang
dapat disebut?” (QS 76:1)
“......
maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian
dari stetes mani, kemudian
dari segumpal darah, kemudian
dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang
tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepadamu dan
Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur)
sampailah pada kedewasaan, dan diantara kamu ada yang diwafatkan dan ada pula yang
dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi
sesuatu pun yang dahulunya telah diketahuinya. ......” (QS 22:5)
“Dan Allah
mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia
memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati.” (QS 16:78)
Juga pada proses penciptaan
yang lebih besar dibandingkan penciptaan manusia atau makhluk hidup lainnya,
yaitu proses penciptaan langit dan bumi, juga tentu memerlukan waktu.
Ulasan ini hanyalah sebagai
contoh kasus bahayanya taqlid terhadap segala sesuatu, apalagi taqlid
kepada dogma dalam menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an. Yang namanya penafsiran
tentu selalu berkembang sesuai perkembangan peradaban. Belum lagi penafsiran
yang pasti berbeda-beda. Jangankan pada penafsiran, pada penerjemahan ayat-ayat
Al Qur’an saja memiliki perbedaan penggunaan istilah di setiap masanya.
Jika ingin lebih jelas, coba saja cek terjemahan keluaran cetakan lima atau
sepuluh tahun yang lalu dengan terjemahan yang keluaran cetakan terbaru, maka
pasti terdapat perbedaan pemakaian istilah yang mungkin saja menyulitkan
pembacanya untuk mendapatkan makna yang
seharusnya. Bila hal tersebut diperkuat lagi dengan ketaqlidan, maka tentu
dapat pula membawa kita kepada kesesatan dalam pemahaman.
Taqlid sungguh akan mematikan
akal kita dalam setiap petunjuk yang sesungguhnya setiap saat hadir di hadapan
kita, karena taqlid yang mempertahankan pemahaman lama dari datangnya pemahaman
baru yang lebih mencerahkan. Sedangkan seperti yang kita sadari, bahwa Al
Qur’an tak pernah lekang oleh masa.
Penafsiran ayat-ayatnya pun
berkembang sesuai perkembangan peradaban kemanusiaan yang semakin menunjukkan kebenaran-nya.
Ilmu pengetahuan dan tekhnologi semakin membuka tabir-tabir segala seuatu yang
sebelumnya ghaib di alam ini untuk dapat diketahui, dikenal, dan dipahami serta
mengambil manfaat-manfaat darinya. Begitulah Allah menunjuki kepada
siapapun yang mau menggunakan akalnya.
Penafsiran adalah merupakan produk kemanusiaan, yang diliputi
keterbatasan. Karena itulah selalu diperbaharui sepanjang masa. Bila
diri kita ini terjebak, dan tidak mau menerima petunjuk-petunjuk berupa
pemahaman baru, dan lebih kuat dalam mempertahankan pemahaman lama tanpa
mengusahakan terlebih dahulu akalnya untuk menimbang, maka jelaslah diri kita
termasuk golongan orang-orang yang menutup pintu hatinya dari petunjuk (cahaya
Tuhan). Orang-orang inilah yang lebih memiliki peluang terjerumus kesesatan,
karena tidak pernah mau melatih akalnya untuk bekerja. Kepekaan hatinya menjadi
tumpul dalam melihat yang bathin dari segala sesuatu, sehingga lebih mudah
terjerumus pada kesesatan.
Setelah
shalat shubuh, Bilal
bertanya,“Ya
Rasulullah, apa
gerangan yang telah membuatmu menangis. Bukankah Allah SWT telah mengampuni
segala dosamu yang lampau dan yang akan datang?” Kemudian
beliau menjawab, “Celaka
kamu Bilal, bagaimana
aku tidak menangis jika pada malam ini Allah SWT telah mewahyukan kepadaku ayat
‘Sesungguhnya
pada penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.’ (QS 3:190) Kemudian
beliau berkata lagi, “Celakalah bagi siapa saja
yang membacanya, tapi tidak merenungkan kandungan maknanya.” [Tafsir Ibnu Katsir
(1/441)]
Dibawah ini disajikan beberapa ayat Al Qur’an, yang sengaja dicoba
untuk diurutkan berdasarkan proses kejadian alam semesta (langit dan
bumi serta isinya), yang insya Allah, dapat membantu mempermudah pemahaman kita
kepada proses tersebut.
“.....Allah
tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) benar dan waktu yang ditentukan......” (QS 30:8)
“Dan apakah
orang-orang yang kafir (tertutup hati dan akalnya) tidak mengetahui bahwasanya
langit dan bumi itu dahulunya adalah
suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya.....” (QS 21:30)
“Dan Dia
menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya
dan Dia menentukan kadar makanan-makanan
(penghuninya) dalam empat hari. (Penjelasan itu sebagai
jawaban) bagi orang-orang yang bertanya.” (QS 41:10)
Setelah langit dan bumi
terpisah, dan Allah membentuk langit dan menghiasinya dengan bintang-bintang.
Demikian pula bersamaan waktunya Dia menetapkan kepada penciptaan di bumi. Pada
masa-masa inilah sebagai masa penciptaan sarana bagi kehidupan, dengan terlebih
dahulu menyiapkan makanan-makanan bagi penghuni bumi, nantinya.
“Kemudian
Dia menuju kepada penciptaan langit, dan langit itu masih berupa asap, lalu Dia
berkata kepadanya dan kepada bumi, datanglah kamu berdua dengan sukahati ataupun terpaksa. Kemudian
keduanya menjawab, kami datang dengan sukahati. Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua
hari (masa) dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami
hiasi langit yang terdekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami
memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha
Mengetahui.” (QS 41:11-12)
Ketentuan-Nya diantaranya
adalah,
Gaya-gaya serta energi yang
terjadi saat langit telah dilengkapi segala isinya, kemudian matahari dengan
tata suryanya yang juga telah terbentuk sebagai lingkungan atau habitat bagi
bumi, amat mempengaruhi apa-apa yang terjadi kemudian pada bumi. Diantaranya
adalah mempengaruhi posisi tata letak kedudukan bumi yang amat menentukan
proses-proses selanjutnya pada terciptanya kehidupan di bumi.
Pertama, gaya berputar pada porosnya
(spinself) akibat gaya magnet pada kedua kutubnya yang menyebabkan terjadinya
siang dan malam, sehingga terbentuklah suatu sistem waktu yang konstan, serta
suhu permukaan yang dipengaruhi oleh keadaan siang maupun malam.
Kedua, pergeseran kemiringan poros bumi
sebesar 23,5⁰ tegak lurus terhadap garis edar bumi yang mengelilingi matahari,
menyebabkan ada malam atau siang yang lebih panjang di suatu wilayah tertentu.
Dan hal ini menyebabkan perbedaan musim atau iklim suatu wilayah dibanding
wilyah lainnya di permukaan bumi.
Kedua hal tersebut telah sangat
mempengaruhi semakin kaya dan beragamnya pembentukan unsur-unsur di bumi karena
dipengaruhi suhu permukaan dari adanya siang dan malam, yaitu perubahan
temperatur dan iklim yang ekstrim pada awalnya, sehingga mengakibatkan keadaan
dan kondisi bumi kepada aktivitas perubahan pada kontur lapisan kerak permukaan
bumi. Baik pada pembentukan kekayaan mineral yang terkandung di dalamnya, dan
kekayaan gas yang keluar akibat perubahan kontur di permukaan, seperti gerak
akibat pergeseran kerak bumi, terbentuknya gunung-gunung berapi purba, lembah
dan ngarai, rawa-rawa, danau, laut dan samudra, dan sebagainya. Inilah penghamparan
bumi bagi persiapan pembentukan dari setiap ciptaan di masa kemudian.
Kekayaan mineral gas yang
keluar dari aktivitas gunung-gunung api purba dan aktivitas lempeng yang
mengeluarkan uap panas bumi, yang dipengaruhi gaya gravitasi sehingga tertahan
tidak terus bergerak menjauhi permukaaan dan membentuk lapisan-lapisan atmosfir
yang akan berguna melindungi bumi dari hantaman-hantaman benda langit yang
datang, seperti meteor, asteroid, dan komet. Juga radiasi sinar matahari yang
sebagiannya berbahaya bagi kehidupan, dan sebagiannya lagi yang berguna tetap
menembus masuk dan mempengaruhi di atas permukaan bumi. Selain itu juga sebagai
pelindung masuknya pengaruh suhu luar yang mencapai 270⁰ C di bawah nol. Selain
atmosfir, bumi pun memiliki pelindung lain seperti Sabuk Van Allen, adalah
radiasi medan magnet yang terbentuk karena kerapatan massa dari inti bumi yang
terdiri dari Nikel dan Besi. Sabuk Van Allen ini ternyata ikut melindungi bumi
dari jilatan lidah api matahari ketika terjadi badai di matahari yang suhunya
ketika mendekati bumi mencapai 2500⁰ C secara tiba-tiba dan menimbulkan radiasi
gelombang kejut.
Kemudian
pada gas-gas yang molekul-molekulnya berinteraksi berupa uap air akan
diturunkan kembali dalam bentuk hujan yang membasahi permukaan bumi. Yang tidak
keluar dari permukaan, berinteraksi membentuk sumber-sumber air tersebar dan
terkandung di dalam perut bumi. Dan mengeluarkannya melalui mata-mata air di
permukaan.
Mari kita telaah kembali kalimat penutup ayat 30 surah Al Anbiya,
“........ Dan
dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup.” (QS 21:30)
“Dan Kami telah menghamparkan bumi dan Kami pancangkan padanya gunung-gunung serta Kami
tumbuhkan
di sana segala sesuatu menurut ukuran. Dan Kami telah menjadikan
padanya
(bumi) sumber-sumber kehidupan untuk keperluanmu, dan
makhluk-makhluk yang bukan kamu pemberi rezekinya.” (QS 15:19-20)
Proses penciptaan yang tiada henti-hentinya ini, semakin
melimpahkan kekayaan akan unsur-unsur yang terbentuk di permukaan bumi. Selain
air dan mineral, serta cahaya yang melimpah, ditambah perubahan-perubahan iklim
yang ekstrim menciptakan hujan-hujan petir sebagai gelombang kejut yang juga merupakan
pemicu interaksi yang lebih dinamis dan kompleks lagi, maka mulailah
pembentukan protein dan asam amino sebagai senyawa molekul organik dari
interaksi atom-atom beberapa unsur tersebut, yang juga adalah merupakan
pembentuk sel kehidupan primitif seperti, fungi, protozoa dan bakteri-bakteri
bersel tunggal, sel yang terdiri atau berbasis kabon dan air.
“Dan
diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan kepadamu kilat (halilintar) untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia
menurunkan air hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya
pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan
akalnya.” (QS 30:24)
Air sebagai sumber dasar kehidupan, tidak perlu diulas mendetail
lagi, dan telah dipertegas kembali oleh penutupan ayat tersebut (QS 21:30) di atas. Dan
keberadaannya yang melimpah, meliputi 70% permukaan bumi dalam bentuk lautan
dan samudra, belum lagi kandungan-kandungannya di dalam perut bumi, sehingga
bumi merupakan ibu kandung bagi kehidupan yang melahirkan begitu banyak
kehidupan. Sebagai ibu pertiwi.
“Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan
gugusan bintang-bintang (di langit) dan Kami telah menghiasi langit itu bagi
orang-orang yang memandangnya.” (QS 15:16)
“Dan Allah
menciptakan padanya bulan sebagai
cahaya
dan menjadikan matahari sebagai pelita?” (QS 71:16)
“Dan Dia
telah menundukkan bagimu matahari dan bulan yang terus
menerus beredar, dan telah menundukkan bagimu malam dan siang.” (QS 14:33)
“Apakah
kamu yang lebih sulit penciptaannya ataukah langit? Allah
telah membangunnya. Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya, dan Dia
menjadikan malamnya gelap gulita, dan
menjadikan siangnya terang benderang. Dan bumi
sesudah itu dihamparkan-Nya. Ia memancarkan daripadanya mata air-nya, dan
(menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. Dan gunung-gunung
dipancangkan-Nya dengan kokoh, (semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk
binatang-binatang ternakmu” (QS 79:27-33)
“Dan langit
itu Kami bangun dengan kekuasaan dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.” (QS 51:47)
“Dan langit
telah ditinggikan-Nya dan Dia ciptakan keseimbangan, agar kamu jangan merusak keseimbangan itu, dan tegakkanlah keseimbangan
itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi keseimbangan itu.” (QS 55:7-9)
Kembali kepada proses terbentuknya kehidupan pertama yang memakan
waktu ribuan bahkan jutaan tahun, dengan proses reaksi sintesa terhadap tanah
permukaan bumi yang telah didukung air yang melimpah dalam bentuk rawa-rawa,
serta energi panas matahari sehingga terbentuklah zat-zat anorganik, dan
kemudian zat-zat organik, sebagai benih dasar sel-sel generatif.
Dan fungsi air sebagai pelarut, yang membawa dan mengumpulkan zat-zat
organik dan segala macam unsur-unsur mineral, air yang melimpah tersebar merata
di permukaan bumi, selain dalam bentuk lautan dan samudra, danau dan sungai,
juga yang diduga kuat andilnya sebagai dapur penciptaan adalah rawa-rawa
purba yang dangkal dan kental serta kaya akan mineral serta zat organik seperti
protein dan asam amino. Seperti kaldu purba.
Dan peranannya dalam kelahiran
kehidupan pertama ini, rawa-rawa purba yang banyak tersebar di seluruh
permukaan bumi, keberadaannya tersebutlah sebagai rahim bagi janin-janin
makhluk hidup pertama. Penciptaan manusia dengan kerumitan strukturnya
yang terdiri dari milyaran sel penyusun tubuhnya, adalah pula karya gemilang
yang merupakan kesempurnaan dari seluruh ciptaan.
“(Ingatlah)
pada hari langit Kami gulung seperti menggulung
lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya kembali. Janji yang pasti Kami
tepati, sungguh, Kami akan
melaksanakannya.” (QS 21:104)
“(Yaitu)
pada hari (ketika) bumi diganti
dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan mereka semuanya (di padang mahsyar) berkumpul menghadap ke hadirat
Allah
Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.” (QS 14:48)
Dua ayat terakhir ini
menjelaskan keadaan alam semesta pada hari akhir (kiamat
qubra), yang disebutkan pula ternyata memiliki keadaan atau proses yang sama
saat pada hari awal (penciptaan pertama). Dan Allah
sungguh-sungguh menegaskan, bahwa proses tersebut merupakan siklus pengulangan
penciptaan.
Perumpamaan proses kejadian
pada hari akhir (kiamat qubra), dimana langit dengan bintang-bintangnya
hancur luluh melebur bersama bumi, seperti mengulung lembaran-lembaran
kertas yang
berlapis-lapis (QS 21:104), agar kita mudah memahami proses singularitas (berpadunya kembali langit dan
bumi), termasuk tujuh lapis langit, galaksi-galaksi dengan bintang-bintangnya,
bumi, matahari, bulan, serta seluruh benda-benda langit lainnya, menjadi suatu yang padu kembali seperti kejadian awal yang dijelaskan pada QS 21:30. Yaitu,
kembali pulang-nya segala sesuatu kepada sumber-nya Dia Yang Maha
Tunggal, inna lillahi wa inna ilayhi raji’un.
Demikianlah ulasan ini hendak
mengingatkan kita agar tidak tersesat oleh pemahaman kita sendiri, seperti di
waktu-waktu yang lalu, bahwa sesungguhnya Dia-lah tujuan utama kita dalam
kehidupan ini dan kehidupan nanti. Artinya, segala sesuatu tiada yang kekal dan
abadi, baik dari segi waktu-nya maupun kebenaran-nya. Akan selalu
ada kebenaran lain yang memperbaikinya.
Hanya Dialah Kebenaran Sejati, karena itu janganlah mengunci
mati hati kita dari setiap yang akan datang sebagai petunjuk dari Tuhan
untuk memperbaiki kebenaran sebelumnya yang telah ada pada kita. Petunjuk
yang merupakan kebenaran adalah rahmat Allah yang takkan pernah berhenti,
sebagai yang akan terus datang bagaikan cahaya matahari yang selalu hadir
menerangi segala sesuatu untuk diketahui dan dipahami seluruh makhluk-Nya di
bumi. Maka dengan selalu memohon perlindungan kepada-Nya dari penyesatan iblis
yang menjadikan kesalahan dan keburukan terlihat indah oleh pandangan mata,
serta terasa indah di dalam angan-angan, semoga Allah selalu memberikan
petunjuk kepada yang haqq sebagai kebenaran sejati.
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di
segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga
jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur’an itu adalah
benar.....”
(QS 41:53)
Disunting dari: http: //sandozsantosa.blogspot.com/2013/06/bab-xxiii-menghindari-taqlid-yang.html
Ilustrasi Visual: http://www.youtube.com/watch?v=VOz4PkdY7aA&list=PL5is-ifD-n8W5Fk_Op40NE5YgX_ZavBOi .....http://www.youtube.com/watch?v=VOz4PkdY7aA&list=PL5is-ifD-n8W5Fk_Op40NE5YgX_ZavBOi